Wetboek van Strafrecht (WvS)
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
DETAIL PERATURAN
Berikut detail Wetboek van Strafrecht (WvS)
META | KETERANGAN |
---|---|
Judul | Wetboek van Strafrecht (WvS) |
SubJudul | KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) |
Jenis | Undang-Undang (UU) |
Nomor | 732 |
Tahun | 1915 |
Tanggal Penetapan | 15 Oktober 1915 |
Publikasi | staatsblad |
Penjelasan | NA |
POHON PERATURAN
-
-
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
(WETBOEK VAN STRAFRECHT) -
--- PILIH BUKU ---
-
BUKU KESATU ATURAN UMUM
- BAB I BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
- BAB II PIDANA
- BAB III HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA
- BAB IV PERCOBAAN
- BAB V PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
- BAB VI PERBARENGAN TINDAK PIDANA
- BAB VII MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN
- BAB VIII HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
- BAB IX ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
- BAB XC ATURAN PENUTUP
- BUKU KEDUA KEJAHATAN
- BUKU KETIGA PELANGGARAN
-
BUKU KESATU ATURAN UMUM
- BATANG TUBUH
-
BUKU KESATU
ATURAN UMUM
ATURAN UMUM
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 1
(1) | Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. |
(2) | Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya. |
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
1. | salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131; |
2. | suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia; |
Pasal 5
(1) | Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan: | |
(2) | Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan. |
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXVIII Buku Kedua.
Pasal 8
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan .pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.
Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2, 5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
BAB II
PIDANA
PIDANA
Pasal 10
a. | pidana pokok: | |
b. | pidana tambahan | |
Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Pasal 12
(1) | Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. |
(2) | Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. |
(4) | Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun. |
Pasal 13
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal 14a
(3) | Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. |
(5) | Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu. |
Pasal 14b
(1) | Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun. |
(2) | Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang. |
(3) | Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah. |
Pasal 14c
(3) | Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana. |
Pasal 14d
(1) | Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan. |
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f
Pasal 15
(2) | Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan. |
(3) | Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan. |
Pasal 15a
(1) | Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik. |
(2) | Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik. |
(3) | Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1. |
(4) | Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana. |
Pasal 15b
(2) | Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi , tidak termasuk waktu pidananya. |
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
(1) | Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. |
(2) | Jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. |
(3) | Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dan satu tahun empat bulan. |
Pasal 19
(1) | Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29. |
(2) | Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana penjara. |
Pasal 20
(3) | Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan. |
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai tempat kediaman, di dalam daerah di mana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
(2) | Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu. |
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 25
1. | orang-orang yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup; |
2. | para wanita; |
3. | orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian. |
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.
Pasal 28
Pasal 29
(2) | Jika perlu, Menteri Kehakiman menetapkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana. |
Pasal 30
(1) | Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen. |
(2) | Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan. |
(3) | Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. |
(5) | Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan. |
(6) | Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan. |
Pasal 31
(1) | Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda. |
(2) | Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dan pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya. |
Pasal 32
Pasal 33
(2) | Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim. |
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, maka waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 35
(1) | Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah: | |
(2) | Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. |
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat dicabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.
Pasal 37
(1) | Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan: | |
Pasal 38
(1) | Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut : | |
(2) | Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan. |
Pasal 39
(1) | Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas. |
(3) | Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita. |
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang dengan melanggar aturan-aturan mengenai penghasilan dan persewaan negara, aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apa pun.
Pasal 41
(2) | Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. |
(4) | Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini. |
(5) | Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga dihapus. |
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dan pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan- aturan umum lainnya. maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
BAB III
HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA
HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN, MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA
Pasal 44
(1) | Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. |
(3) | Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. |
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun;
atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
(2) | Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang. |
Pasal 47
(1) | Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga. |
(2) | Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. |
(3) | Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan. |
Pasal 48
Pasal 49
(2) | Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. |
Pasal 50
Pasal 51
(1) | Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. |
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah sepertiga.
BAB IV
PERCOBAAN
PERCOBAAN
Pasal 53
(2) | Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. |
(3) | Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. |
(4) | Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. |
Pasal 54
BAB V
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
Pasal 55
(1) | Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: | |
(2) | Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. |
Pasal 56
1. | mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan ; |
2. | mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. |
Pasal 57
(1) | Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga. |
(2) | Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. |
(3) | Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri. |
(4) | Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya. |
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang. yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Pasal 60
Pasal 61
(2) | Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakan terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia. |
Pasal 62
(2) | Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia. |
BAB VI
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
Pasal 63
(2) | Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. |
Pasal 64
(2) | Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu. |
Pasal 65
(2) | Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dan maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. |
Pasal 66
(2) | Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu. |
Pasal 67
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang yang telah disita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.
Pasal 68
(2) | Pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan. |
Pasal 69
(1) | Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam pasal 10. |
(2) | Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya yang terberatlah yang dipakai. |
(3) | Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing. |
(4) | Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok, baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis, juga ditentukan menurut maksimumnya masing-masing. |
Pasal 70
(1) | Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi. |
(2) | Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan. |
Pasal 70 bis
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal-pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373, 379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian, jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlahnya paling banyak delapan bulan.
Pasal 71
Jika seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.
BAB VII
MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN
MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN
Pasal 72
(1) | Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu; |
(2) | Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga. |
Pasal 73
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 74
(1) | Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia. |
(2) | Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut. |
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
BAB VIII
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
Pasal 76
(1) | Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut. |
(2) | Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal: | |
Pasal 77
Pasal 78
(1) | Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: | |
(2) | Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga. |
Pasal 79
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. | mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan; |
2. | mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; |
3. | mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut. |
Pasal 80
(1) | Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum. |
(2) | Sesudah dihentikan, dimulai tenggang daluwarsa Baru. |
Pasal 81
Pasal 82
(1) | Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya. |
(2) | Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1. |
(3) | Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini. |
(4) | Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun. |
Pasal 83
Pasal 84
(1) | Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa. |
(2) | Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga. |
(3) | Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dan lamanya pidana yang dijatuhkan. |
(4) | Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa. |
Pasal 85
(1) | Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan. |
(2) | Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. |
(3) | Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain. |
BAB IX
ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
ARTI BEBERAPA ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG
Pasal 86
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.
Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Pasal 88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.
Pasal 88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 89
Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Pasal 91
(1) | Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga. |
(2) | Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga. |
(3) | Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan bapak. |
(4) | Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang sama dengan kekuasaan bapak. |
Pasal 92
(1) | Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan yang sah. |
(2) | Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama. |
(3) | Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat. |
Pasal 92 bis
Pasal 93
(1) | Yang disebut nakhoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya. |
(2) | Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakhoda. |
(3) | Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di dalam kapal. |
Pasal 94
Pasal 95
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.
Pasal 95a
(1) | Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. |
(2) | Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia. |
Pasal 95b
Yang dimaksud dengan dalam penerbangan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (disembarkasi).
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.
Pasal 95c
Yang dimaksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiap pendaratan.
Pasal 96
(1) | Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang. |
(2) | Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah swapraja, begitu juga perang saudara. |
(3) | Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku. |
Pasal 97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.
Pasal 98
Pasal 99
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.
Pasal 100
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci.
Pasal 101
Pasal 101 bis
(1) | Yang disebut bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan. |
(2) | Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan bangunan listrik. |
Pasal 102
Pasal 103