Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
DETAIL PERATURAN
Berikut detail Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
META | KETERANGAN |
---|---|
Judul | Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 |
SubJudul | KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA |
Jenis | Undang-Undang (UU) |
Nomor | 1 |
Tahun | 2023 |
Tempat Penetapan | Jakarta |
Tanggal Penetapan | 02 Januari 2023 |
Nama Jabatan Penetapan | PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA |
Nama Pejabat Penetapan | JOKO WIDODO |
Tempat Pengundangan | Jakarta |
Tanggal Pengundangan | 02 Januari 2023 |
Nama Jabatan Pengundangan | MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA |
Nama Pejabat Pengundangan | PRATIKNO |
Publikasi | Lembaran Negara Republik Indonesia |
Nomor Publikasi | 1 |
Tahun Publikasi | 2023 |
Penjelasan | Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia |
Nomor Penjelasan | 6842 |
POHON PERATURAN
-
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2023
TENTANG
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- KONSIDERANS
- DASAR HUKUM
- DIKTUM
-
--- PILIH BUKU ---
- BUKU KESATU ATURAN UMUM
- BUKU KEDUA TINDAK PIDANA
- BATANG TUBUH
-
BUKU KESATU
ATURAN UMUM
ATURAN UMUM
BAB II
TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Bagian Kesatu
Tindak Pidana
Tindak Pidana
Pasal 18
(1) | Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku setelah melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1): | |
Paragraf 1
Umum
Umum
Pasal 12
(1) | Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan. |
(3) | Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar. |
Paragraf 2
Permufakatan Jahat
Permufakatan Jahat
Pasal 13
(1) | Permufakatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana. |
(2) | Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang. |
(3) | Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
(4) | Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. |
(5) | Pidana tambahan untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
Pasal 14
a. | menarik diri dari kesepakatan itu; atau |
b. | melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana. |
Paragraf 3
Persiapan
Persiapan
Pasal 15
(2) | Persiapan melakukan Tindak Pidana dipidana, jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang. |
(3) | Pidana untuk persiapan melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
(4) | Persiapan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. |
(5) | Pidana tambahan untuk persiapan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
Pasal 16
Persiapan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku menghentikan atau mencegah kemungkinan terciptanya kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
Paragraf 4
Percobaan
Percobaan
Pasal 17
(2) | Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika: | |
(3) | Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
(4) | Percobaan melakukan Tindak Pidana yang diancamkan dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. |
(5) | Pidana tambahan untuk percobaan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
Pasal 18
(1) | Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika pelaku setelah melakukan permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1): | |
Pasal 19
Percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II, tidak dipidana.
Paragraf 5
Penyertaan
Penyertaan
Pasal 20
a. | melakukan sendiri Tindak Pidana; |
b. | melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; |
c. | turut serta melakukan Tindak Pidana; atau |
Pasal 21
(1) | Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja: | |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan terhadap Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II. |
(3) | Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
(4) | Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. |
(5) | Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
Pasal 22
Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya.
Paragraf 6
Pengulangan
Pengulangan
Pasal 23
(1) | Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang: | |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk Tindak Pidana mengenai penganiayaan. |
Paragraf 7
Tindak Pidana Aduan
Tindak Pidana Aduan
Pasal 24
(1) | Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan. |
(2) | Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang. |
Pasal 25
(1) | Dalam hal korban Tindak Pidana aduan belum berusia 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya. |
(2) | Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus. |
(3) | Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga. |
Pasal 26
(1) | Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros. |
Pasal 27
Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan meninggal dunia, pengaduan dapat dilakukan oleh Orang Tua, anak, suami, atau istri Korban, kecuali jika Korban sebelumnya secara tegas tidak menghendaki adanya penuntutan.
Pasal 28
(1) | Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut. |
(2) | Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pejabat yang berwenang. |
Pasal 29
(1) | Pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu: | |
(2) | Jika yang berhak mengadu lebih dari 1 (satu) orang, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tanggal masing-masing pengadu mengetahui adanya Tindak Pidana. |
Pasal 30
(1) | Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan. |
(2) | Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi. |
Paragraf 8
Alasan Pembenar
Alasan Pembenar
Pasal 31
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang berwenang.
Pasal 33
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat.
Pasal 34
Setiap Orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, serta kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
Pasal 35