-
-
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2022
TENTANG
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- KONSIDERANS
- DASAR HUKUM
- DIKTUM
-
--- PILIH BAB ---
- BAB I KETENTUAN UMUM
- BAB II PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
-
BAB III TRANSFER KE DAERAH
- Bagian Kesatu - Jenis dan Kebijakan TKD
- Bagian Kedua - Anggaran dan Alokasi TKD
- Bagian Ketiga - DBH
- Bagian Keempat - DAU
- Bagian Kelima - DAK
- Bagian Keenam - Dana Otonomi Khusus
- Bagian Ketujuh - Dana Keistimewaan
- Bagian Kedelapan - Dana Desa
- Bagian Kesembilan - Insentif Fiskal
- Bagian Kesepuluh - TKD untuk Daerah Persiapan
- Bagian Kesebelas - TKD untuk Daerah Baru
- Bagian Keduabelas - Penyaluran TKD
- BAB IV PENGELOLAAN BELANJA DAERAH
- BAB V PEMBIAYAAN UTANG DAERAH
- BAB VI PEMBENTUKAN DANA ABADI
- BAB VII SINERGI PENDANAAN
- BAB VIII SINERGI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL
- BAB IX KETENTUAN PIDANA
- BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN
- BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
- BAB XII KETENTUAN PENUTUP
-
BATANG TUBUH
-
BAB III
TRANSFER KE DAERAH
TRANSFER KE DAERAH
Bagian Kesatu
Jenis dan Kebijakan TKD
Jenis dan Kebijakan TKD
Pasal 106
a. | DBH; |
b. | DAU; |
c. | DAK; |
d. | Dana Otonomi Khusus; |
e. | Dana Keistimewaan; dan |
f. | Dana Desa. |
Pasal 107
(1) | Pemerintah menetapkan kebijakan TKD. |
(3) | Kebijakan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap tahunnya. |
Bagian Kedua
Anggaran dan Alokasi TKD
Anggaran dan Alokasi TKD
Pasal 108
(1) | Anggaran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ditetapkan setiap tahun dalam Undang-Undang mengenai APBN. |
(2) | Rincian alokasi TKD menurut provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Presiden. |
Pasal 109
(2) | Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Ketiga
DBH
DBH
Paragraf 1
Umum
Umum
Pasal 110
Pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu) tahun sebelumnya.
Pasal 111
(1) | DBH terdiri atas: | |
(2) | DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: | |
(3) | DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: | |
Paragraf 2
DBH Pajak
DBH Pajak
Pasal 112
(2) | DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) untuk Daerah, dibagikan kepada: | |
(3) | Pendaftaran Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan sebagaimana diatur pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri. |
Pasal 113
(1) | DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf b ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) untuk Daerah. |
(2) | DBH Pajak Bumi dan Bangunan untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada: | |
Pasal 114
(1) | DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf c ditetapkan sebesar 3% (tiga persen) dari penerimaan cukai hasil tembakau dalam negeri. |
(2) | DBH cukai hasil tembakau untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada Daerah penghasil cukai, penghasil tembakau, dan/atau Daerah lainnya yang meliputi: | |
(3) | DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Paragraf 3
DBH Sumber Daya Alam
DBH Sumber Daya Alam
Pasal 115
(1) | DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf a bersumber dari penerimaan: | |
(4) | DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk provinsi penghasil. |
(5) | DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. |
Pasal 116
(1) | DBH sumber daya alam mineral dan batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf b bersumber dari penerimaan: | |
Pasal 117
Pasal 118
(1) | DBH sumber daya alam panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf d, bersumber dari: | |
(3) | DBH sumber daya alam panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen), dibagikan kepada: | |
Pasal 119
Pasal 120
Berdasarkan pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110, alokasi DBH per Daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan sebagai berikut:
a. | 90% (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 119; dan |
b. | 10% (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah. |
Pasal 121
Dalam hal tidak terdapat kabupaten/kota pengolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118, porsi kabupaten/kota pengolah dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota lainnya dalam satu provinsi yang bersangkutan dan kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil.
Pasal 122
Persentase pembagian DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 120 dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan komisi yang membidangi keuangan pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 123
(1) | Selain DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (1), Pemerintah dapat menetapkan jenis DBH lainnya. |
(2) | DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan negara yang dapat diidentifikasi Daerah penghasilnya. |
(3) | DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai dengan kewenangan Daerah dan/atau prioritas nasional. |
Bagian Keempat
DAU
DAU
Pasal 124
(1) | Pagu nasional DAU ditetapkan dengan mempertimbangkan: | |
(3) | Proporsi pagu DAU Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. |
Pasal 125
(1) | DAU untuk tiap-tiap Daerah dialokasikan berdasarkan celah fiskal untuk 1 (satu) tahun anggaran. |
(2) | Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat dihitung sebagai selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan potensi pendapatan Daerah. |
(3) | Kebutuhan fiskal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kebutuhan pendanaan Daerah dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. |
(4) | Potensi pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjumlahan dari potensi PAD, alokasi DBH, dan alokasi DAK nonfisik. |
Pasal 126
(2) | Satuan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhitungkan biaya investasi dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. |
(4) | Faktor penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah indikator yang memperhatikan antara lain luas wilayah, karakteristik wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi. |
Pasal 127
Data untuk menghitung kebutuhan fiskal Daerah dan potensi pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (3) dan ayat (4) diperoleh dan lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 128
(1) | DAU suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi dalam kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3). |
Pasal 129
Pasal 130
(1) | DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1) dan Pasal 129 ayat (1) digunakan untuk memenuhi pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan tingkat capaian kinerja layanan Daerah. |
(2) | Penggunaan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan penggunaannya dan bagian DAU yang ditentukan penggunaannya. |
(3) | Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan. |
Bagian Kelima
DAK
DAK
Pasal 131
(1) | DAK dialokasikan sesuai dengan kebijakan Pemerintah untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu dengan tujuan: | |
(2) | Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada: | |
(3) | DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: | |
(4) | Perencanaan dan pengalokasian DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disinergikan dengan pendanaan lainnya. |
(5) | DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam Undang-Undang mengenai APBN sesuai dengan kemampuan Keuangan Negara. |
(6) | DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk mencapai target kinerja Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah. |
(7) | Hibah kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui Pemerintah. |
Bagian Keenam
Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus
Pasal 132
(1) | Dana Otonomi Khusus dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan Undang-Undang mengenai otonomi khusus. |
Bagian Ketujuh
Dana Keistimewaan
Dana Keistimewaan
Pasal 133
(1) | Dana Keistimewaan dialokasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. |
Bagian Kedelapan
Dana Desa
Dana Desa
Pasal 134
(1) | Dana Desa merupakan pendapatan desa yang dananya bersumber dari APBN. |
(4) | Penganggaran, pengalokasian, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi Dana Desa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kesembilan
Insentif Fiskal
Insentif Fiskal
Pasal 135
(1) | Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu. |
Bagian Kesepuluh
TKD untuk Daerah Persiapan
TKD untuk Daerah Persiapan
Pasal 136
(1) | Menteri mengalokasikan bagian dana TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a dan huruf b untuk Daerah persiapan. |
(3) | Daerah induk menganggarkan bagian dana TKD untuk Daerah persiapan sesuai dengan alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai anggaran Belanja Daerah persiapan dalam APBD Daerah induk. |
(5) | Pengalokasian dana TKD untuk Daerah persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) diberikan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kesebelas
TKD untuk Daerah Baru
TKD untuk Daerah Baru
Pasal 137
(1) | Dana TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 untuk Daerah baru dialokasikan secara mandiri pada tahun anggaran berikutnya sejak undang-undang pembentukan Daerah tersebut diundangkan. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Daerah baru yang undang-undang pembentukannya diundangkan sebelum atau pada tanggal 30 Juni tahun berkenaan. |
(4) | Proporsi dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain dihitung berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, target layanan, lokasi, dan/atau status Daerah penghasil DBH. |
(5) | Dalam hal undang-undang pembentukan Daerah baru diundangkan setelah penetapan APBN tahun berikutnya, pembagian TKD antara Daerah induk dengan Daerah baru dituangkan dalam Peraturan Presiden. |
Bagian Keduabelas
Penyaluran TKD
Penyaluran TKD
Pasal 138
(1) | Penyaluran TKD dilakukan melalui pemindahbukuan dari kas negara ke kas Daerah. |
(2) | Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap dengan mempertimbangkan: | |
Pasal 139
-
PEMBENTUKAN PROVINSI PAPUA BARAT DAYA
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 -
PELINDUNGAN DATA PRIBADI
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 -
PENDIDIKAN DAN LAYANAN PSIKOLOGI
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 -
PEMASYARAKATAN
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 -
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2022