PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG
BANK INDONESIA

I. UMUM
 

Pembangunan nasional Indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencapai berbagai kemajuan termasuk di bidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan tersebut terdapat kelemahan struktur dan sistem perekonomian Indonesia yang menimbulkan penyimpangan-penyimpangan antara lain ketidakhati-hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya penegakan hukum disertai dengan sistem politik yang kurang demokratis sehingga di antaranya mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasar yang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian nasional.

 

Di sisi lain, perkembangan ekonomi internasional mengalami perubahan yang cepat dan sangat mendasar menuju kepada sistem ekonomi global yang ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang memudahkan pergerakan arus lalu lintas modal disertai dengan semakin ketatnya persaingan di dunia internasional. Selain menguntungkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pergerakan arus modal juga meningkatkan kerentanan perekonomian nasional. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diupayakan pemecahannya yang sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan yang tepat dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang diwarnai dengan ekonomi kerakyatan yang merata, mandiri, andal, berkeadilan dan terbuka sehingga mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.

 

Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu diadakan penyesuaian berbagai kebijakan ekonomi dan moneter yang selama ini telah ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan pembangunan ekonomi nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Selama ini perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh Dewan Moneter sementara status dan peranan Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter yang disusun dan ditetapkan oleh Dewan Moneter berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1968.

 

Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang tersebut di atas dipandang sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional dewasa ini dan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan penggantian Undang-undang tersebut dengan yang baru yang memberikan status, tujuan dan tugas yang lebih tepat kepada Bank Indonesia selaku otoritas moneter.

 

Dalam Undang-undang ini, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan yang kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan perekonomian Indonesia di tengahtengah perekonomian dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya, kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam kancah perekonomian dunia.

 

Tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.

 

Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang ditetapkan dalam Undangundang ini. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri Pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman luar negeri swasta merupakan tanggung jawab yang bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank Indonesia secara fungsional dan transparan.

 

Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender the of last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksanakan fungsi lender of the last resort, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, risiko manajemen, dan risiko pasar. Sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas Bank Indonesia. Mengantisipasi perkembangan perbankan berdasarkan Prinsip Syariah, tugas dan fungsi Bank Indonesia perlu mengakomodasikan Prinsip-prinsip Syariah.

 

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Berhubung kelancaran sistem pembayaran sangat penting bagi pelaksanaan kebijakan moneter, kepada Bank Indonesia diberikan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Agar tugas tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, kepada Bank Indonesia perlu diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang luas dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan kliring dan jasa transfer dana, serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Di samping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman.

 

Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan Bank, kepada Bank Indonesia diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara lain juga menetapkan prioritas penyaluran dana kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi.

 

Kewenangan Bank Indonesia dimaksudkan pula untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar. Hal ini sesuai dengan amanat Bab IV huruf A butir 1a Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut diharuskan membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen dalam mengelola dan mendayagunakan devisa. Dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

 

Kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen berada di luar pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini. Independensi ini membawa konsekuensi yuridis logis bahwa Bank Indonesia juga mempunyai kewenangan mengatur atau membuat/menerbitkan peraturan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang dan menjangkau seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen dapat menerbitkan peraturan dengan disertai kemungkinan pemberian sanksi administratif.

 

Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998.

 

Dalam rangka koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dengan otoritas fiskal dan sektor riil, Rapat Dewan Gubernur dapat dihadiri oleh Menteri atau pejabat pemerintah. Demikian pula sebaliknya Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Dewan Moneter tidak diperlukan lagi.

 

Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam menetapkan kebijakannya serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat. Transparansi dan prinsip akuntabilitas publik tersebut dilakukan dengan cara menyampaikan rencana kebijakan untuk tahun yang akan datang dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter untuk tahun sebelumnya serta perkembangan kondisi ekonomi, keuangan dan perbankan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara berkala dan terbuka kepada masyarakat disampaikan informasi yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi, moneter dan perbankan.

II. PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1
Cukup jelas.